Kamis, 17 Desember 2015

Mekanisme Pasar

KELOMPOK 9
“MEKANISME PASAR”




Disusun oleh :

ST. LUSI SUSWANTI           1113015000009
LAYIN NATUNNISA            1113015000084


Kelas 5B



PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NEGERRI ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015

BAB 9
MEKANISME PASAR

Ada tiga objek dari ilmu ekonomi yaitu konsumen,prodesen dan pemerintah. Ketiganya ini dipertemukan dalam mekanisme pasar. Pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran produk baik berupa barang maupun jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia.[1] Para ahli ekonomi menggunakan istilah pasar untuk menyatakan sekumpulan pembeli dan penjual yang melakukan transaksi atas suatu produk atau kelas produk tertentu.[2] Pasar dalam pengertian ilmu ekonomi adalah pertemuan antara permintaan dan penawaran.Dalam pengertian ini, pasar bersifat interaktif, bukan fisik. Adapun mekanisme pasar adalah proses penentuan tingkat harga berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran.[3]

A.    MASA RASULULLAH[4]
Pasar memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat muslim pada masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin. Bahkan, Rasulullah saw. sendiri pada awalnya adalah seorang pebisnis, demikian pula Khulafaurrasyidin dan kebanyakan sahabat. Pada usia 7 tahun, Muhammad telah diajak oleh pamannya Abu Thalib melakukan perjalanan dagang ke negri Syam. Dari sinilah ilmu-ilmu perniagaan beliau diasah.
Kemudian sejalan dengan usianya semakin dewasa, muhammad semakin giat berdagang, baik dengan modal sendiri ataunpun bermitra dengan orang lain. Kemitraan, baik dengan sistem mudharabah atau musyarakah, dapat dianggap cukup populer dalam masyarakat Arab pada waktu itu. Salah satu mitra bisnisnya adal Khadijah, seorang wanita pengusaha yang cukup disegani di Makkah, yang akhirnya menjadi istri beliau. berkali-kali Muhammad terlibat urusan dagang ke luar negeri (Syam, Syria, Yaman , dan lain-lain) dengan membawa modal dari Khadijah. Setelah menjadi suami Khadijah pun Muhammad tetap aktif berbisnis, termasuk berdagang di pasar-pasar lokal sekitar kota Makkah.
Muhammad adalah seorang pedagang profesional dan selalu menjunjung tinggi kejujuran. Ia mendapat julukan ‘Al-amin’ (yang terpercaya). Setelah menjadi rasul, Muhammad memang tidak lagi menjadi pelaku bisnis secara aktif karena situasi dan kodisinya yang tidak memungkinkan. Pada saat awal perkembangan islam di Makkah Rasulullah Saw. dan masyarakat muslim mendapat gangguan dan teror yang berat dari masyarakat kafir makkah (terutama suku quraisy suku Rasulullah sendiri), sehingga perjuangan dan dakwah merupakan prioritas. Ketika masyarakat muslim telah berhijrah (bermigrasi) ke Madinah, peran Rasulullah saw. bergeser menjadi pengawas pasar atau al-muhtasib. Beliau mengawasi jalannya mekanisme pasar di Madinah dan sekitarnya agar tetap dapat berlangsung secara islami.
Pada saat itu mekanisme pasar sangat dihargai. Beliau menolak untuk membuat kebijakan penetapan harga manakala tingkat harga di madinah pada saat itu tiba-tiba naik. Sepanjang kenaikan terjadi karena kekuatan permintaan dan penawaran yang murni yang tidak dibarengi dengan dorongan monopolistik dan monopsonistik maka tidak ada alasan untuk tidak menghormati harga pasar. Pada saat itu para sahabat berkata:
“ wahai rasulullah tentukanlah harga untuk kita!” Beliau mejawab “allah itu sesungguhnya adalah penentu harga,penahan pencurah, serta pemveri rezeki. Aku mengaharapkan dapat menemui Tuhanku dimana salah seorang dari kalian tidak menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta”.[5]
Dalam hal diatas jelas dinyatakan bahwa pasar merupakan hukum alam (sunnatullah) yang harus dijunjung tinggi. Tak seorang pun secara individual dapat mempengaruhi pasar, sebab pasar adalah kekuatan kolektif yang telah menjadi ketentuan Allah. Pelanggaran terhadap harga pasar, misalnya penetapan harga dengan cara dan karena alasan yang tidak tepat, merupakan suatu ketidakadilan (zulm atau injustice) yang akan dituntut pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Sebaliknya, dinyatakan bahwa penjual yang menjual dagangannya dengan harga pasar adalah laksana orang yang berjuang di jalan Allah (jihad fii sabilillah),sementara yang menetapkan sendiri termasuk sebuah perbuatan ingkar kepada Allah. Dari Ibnu Mughirah terdapat suatu riwayat ketika Rasulullah saw. melihat seorang laki-laki menjual makanan dengan harga yang lebih tinggi daripada harga pasar. Rasulullah bersabda,
“orang-orang yang datang membawa barang ke pasar ini laksana orang berjihad fii sabilillah, sementara orang-orang yang menaikan harga (melebihi harga pasar) seperti orang yang ingkar kepada Allah”.
Penghargaan islam terhadap mekanisme pasar berdasar pada ketentuan Allah bahwa perniagaan harus dilakukan secara baik dengan rasa suka sama suka (‘an taradin minku atau mutual goodwill). Dalam al-qur’an dinyatakan,
“ Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu”. (An-Nisa:29)
Agar mekanisme pasar dapat berjalan dengan baik dan memberikan mutual goodwill bagi para pelakunya maka nilai-nilai moralitas mutlak harus ditegakkan. Secara khusus nilai moralitas yang mendapat perhatian penting dalam pasar adalah persaingan yang sehat, kejujuran, keterbukaan, dan keahlian. Nilai-nilai moralitas ini memiliki akar yang kuat dalam ajaran islam, sebagaimana dicantumkan dalam berbagai ayat al-qur’an. Untuk itulah rasulullah saw. telah menetapkan larangan terhadap praktik-praktik bisnis negatif yang dapat mengganggu mekanisme pasar yang islami.

B.    PANDANGAN EKONOM MUSLIM
Pemikiran ekonomi Islam lahir dari kenyataan bahwa Islam adalah sistem yang diturunkan Allah kepada seluruh manusia untuk menata seluruh aspek kehidupannya dalam seluruh ruang dan waktu.[6]

1.     Mekanisme Pasar Menurut Abu Yusuf (731-798 M)
-        Riwayat singkat Abu Yusuf
Ya’qub bin Ibrahim bin Habib bin Khunais bin Sa’ad Al-Anshari Al-Jalbi Al-Kufi Al-Bghdadi, atauyang lebih dikenal sebagai Abu Yusuf, lahir di Kufah pada tahun 113 H (731 M) dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 182 H (798). Dari nasab ibunya, ia masih mempunyai hubungan darah dengan salah seorang sahabat rasulullah saw. Sa’ad Al-Anshari keluarganya sendiri bukanberasal dari lingkungan berada. Namun demikian, sejak kecil, ia mempunyai minat yang sangat kuat terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini tampak dipengaruhi oleh suasana kufah yang ketika itu merupakan salah satu pusat peradaban islam, tempat para cendekiawan muslim dari seluruh penjuru dunia islam datang silih berganti untuk saling bertukar pikiran tentang berbagai bidang keilmuan.
Abu yusuf menimba berbagai ilmu kepada banyak ulama besar, seperti Abu Muhammad Atho bin As-Shahib Al-Kufi, Sulaiman bin Mahran Al-Amasy, Hisyam bin Urwah, Muhammad bi Abdurrahman bin Abi Laila, Muhammad bin Ishak bin Yassar bin Jabbar, dan Al-Hajjaj bin Arthah. Selain itu ia jugamenuntut ilmu kepada Abu Hanifa hingga yang terakhir namanya disebut ini meninggal dunia. Selama tujuh belas tahun, Abu Yusuf tiada henti-hentinya belajar kepada pendiri mazhab hanafi tersebut.
-        Mekanisme pasar menurut Abu Yusuf
Pemikiran Abu Yusuf tentang pasar dapat dijumpai dalam bukunya Al-Kharaj. Selain membahas prinsip-prinsip perpajakan dan anggaran negara yang menjadi pedoman kekhalifahan Harun Al-Rasyid di Baghdad, buku ini juga membicarakan beberapa prinsip dasar mekanisme pasar. Ia telah menyimpulkan bekerjanya hukum permintaan dan penawaran pasar dalam menentukan tingkat harga, meskipun kata permintaan dan penawaran ini tidak ia katakan secara eksplisit. Abu Yusuf mengatakan: There is no definite limit of cheapness and expensiveness that can be ascetained. It is a matter decided from heaven; the principles is unknown. Cheapness is not due to abundance of food, nor ekspenseveness due to scarcity. They are subject to the command and decision of God. Sometimes food is plentiful but stil very dear and sometimes it is too little but it is cheap.[7]
Masyarakat luas pada masa itu memahami bahwa harga suatu barang hanya ditentukan oleh jumlah penawarannya saja . Dengan kata lain, bila hanya tersedia sedikit barang, maka harga akan mahal, sebaliknya jika tersedia banyak barang, maka harga akan murah. Mengenai hal ini abu yusuf dalam kitab alkharaj (1997) mengatakan, “tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak dapat diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal bukan karena kelangkaan makana. Murah dan mahal merupakan ketentuan allah (sunnatullah). Kadang-kadang makanan sangat sedikit tetapi harganya murah”. Pernyataan ini secara implisit bahwa harga bukan hanya bukan hanya ditentukan oleh penawaran saja, tetapi juga permintaan terhadap barang tersebut. Bahkan, Abu Yusuf, mengindikasikan adanya variabel-variabel lain yang juga turut memengaruhi harga, misalnya jumlah uang beredar dinegara itu, penimbunan atau penahanan suatu barang, atau lainnya. Pada dasarnya pemikiran abu yusuf ini merupakan hasil observasinya terhadap fakta empiris pada saat itu, dimana sering kali terjadi melimpahnya barang ternyata diikuti dengan tingginya tingkat harga, sementara kelangkaan barang diikuti dengan harga yang rendah.
2.     Evolusi Pasar Menurut Al-Ghazali (1058-1111 M)
-        Riwayat singkat
Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Tusi Al-Ghazali lahir di Tus, sebuah kota kecil di Khurasan, Iran pada tahun 450 H (1058M). Sejak kecil Imam Ghazali hidup dalam dunia tasawuf. Ia tumbuh dan berkembang dalam asuhan seorang sufi, setelah ayahnya yang juga seorang sufi meninggal dunia. Sejak muda Al-Ghazali sangat antusias terhadap ilmu pengetahuan. Ia pertama-tama belajar bahasa arab dan fiqihdikota Tus, kemudian pergi ke kota Jurjan untuk belajar dasar dasar Ushul Fiqih. Setelah kembali ke kota Tus selama beberapa waktu, ia pergi ke Naisabur untuk melanjutkan rihlah ilmiahnya. Di kota ini Al-Ghazali belajar kepada Al-Haramain Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini, sampai yang teakhir ini wafat pada 478 H (1085 M).
Setelah itu ia berkunjung ke kota Baghdad, ibu kota Daulah Abbasiyah, dan bertemu dengan Wazir Nizham Al-Mulk. Darinya Al-Ghazali mendapat penghormatan dan penghargaan yang besar. pada tahun 483 H (1090 M), ia diangkat menjadi guru di Madrasah Nishamiyah. Pekerjaannya ini dilaksanakan dengan sangat berhasil, sehingga para ilmuan pada masa itiu menjadikannya referensi utama.
Selain mengaajar Al-Ghazali juga melakukan bantahan-bantahan terhadap berbagai pemikiran Batiniyah, Ismailiyah, Filosofi, danlain-lain. Pada masa ini, sekalipun telah menjadi guru besar, ia masih merasakan kehampaan dan kerasahan dalam dirinya. Akhirnya, setelah merasakan bahwa hanya kehidupan sufistik yang mampu memenuhi kebutuhan rohaninya, Al-Ghazali memutuskan untuk menempuh tasawuf sebagai jalan hidupnya.
Oleh karena itu, pada tahun 488 H (1095 M), Al-Ghazali meninggalkan Baghdad dan pergi menuju Syria untuk merenung, membaca, dan menulis selama kurang lebih 2 tahun. Kemudian, ia pindah ke Palestina untuk melakukan aktivitas yang sama dengan mengambil tempat di Baitul Maqdis. Setelah menunaikan ibadah haji dan menetap beberapa waktu di kota Iskandariah, Mesir, Al-Ghazali kembali ketempat kelahiranya, Tus, pada tahun 499H (1105 M) untuk melanjutkan aktivitasnya, berkhalwat dan beribadah. Proses pengasingannya tersebut berlangsung selama 12 tahun dan, dalam masa ini, ia banyak menghasilkan berbagai karyanya yang terkenal, seperti Kitab Ihya ‘Ulum al-Din.
Pada tahun yang sama, atas desakan penguasa pada masa itu, yaitu wazir Fakhr Al-Mulk, Al-Ghazali kembali mengajar di Madrasah Nizhamiyah di Naisabur. Namun, pekerjaannya itu hanya berlangsung selama dua tahun. Ia kembali lagi ke kota Tus untuk mendirikan sebuah madrasah bagi para fuqaha dan mutashawwifin. Al-Ghazali memilih kota ini sebagai tempat menghabiskan waktu dan energinya untuk menyebarkan ilmu pengetahuan, hingga meninggal dunia pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H atau 19 Desember 1111M.[8]
-        Evolusi Pasar
Al-ihya ‘ulumuddin karya al-ghazali juga banyak membahas topik-topik ekonomi, termasuk pasar. Dalam magnum opusnya itu ia telah membiacarakan barter dan permasakahannya, pentingnya aktivitas perdagangan dan evolusi terjadinya pasar, termasuk bekerjanya kekuatan permintaan dan penawaran dalam memengaruhi harga.
Dalam penjelasannya tentang proses terbentuknya suatu pasar ia menyatakan,
“Dapat saja petani hidup dimana alat-alat pertanian tidak tersedia. Sebaliknya, pandai tukang besi dan tukang kayu hidup dimana lahan pertanian tidak ada. Namun, secara alami mereka akan saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Dapat saja terjadi tukang kayu membutuhkan makanan, tetapi petani tidak membutuhkan alat-alat tersebut. Keadaan inimenimbulkan masalah . oleh karena itu, secara alami pula orang akan terdorong untuk menyediakan tempat penyimpanan alat-alat di satu pihak, dan penyimpanan hasil pertanian di pihak lain. Tempat inilah yang kemudian didatangi pembeli sesuai kebutuhannya masing-masing hingga terbentuklah pasar. Petani, tukang kayu dan pandai besi yang tidak dapat langsung melakukan barter juga tidak ditemukan orang yang mau melakukan barter, maka ia akan menjual kepada pedagang dengan harga yang relatif murah, untuk kemudian disimpan sebagai persediaan. Pedagang kemudian menjualnya dengan suatu tingkat keuntungan. Hal ini berlaku untuk setiap jenis barang”.[9]
Dari pernyataan tersebut al-ghazali menyadari kesuliatan yang timbul akibat sistem barter yang dalam istilah ekonomi modern disebut double coincidence, dan karena itu diperlukan suatu pasar. Selanjutnya, ia juga memperkirakan kejadian ini akan berlanjut dalam skala yang lebih luas, mencakup banyak daerah atau negara. Kemudian masing-masing daerah atau negara akan berspesialisasi menurut keunggulannya masin-masing, serta melakukan pembagian kerja di antara mereka. Kesimpulan ini jelas tersirat dalam pernyataan, “ Selanjutnya praktik-praktik ini terjadi di berbagai kota atau negara. Orang-orang melakukan perjalananke berbagai tempat untuk mendapatkan alat-alat, makanan, dan membawanya ke tempat lain. Urusan ekonomi orang akhirnya di organisasikan ke kota-kota, dimana tidak seluruh makanan dibutuhkan. Keadaan inilah yang pada gilirannya menimbulkan kebutuhan alat tranportasi. Terciptalah kelas dagang regional dalam masyarakat. Motifnya tentu saja mencari keuntungan. Para pedagang ini bekerja keras memenuhi kebutuhan orang lain dan mendapat keuntungan dan makan oleh orang lain juga.
Al-ghazali tidak menolak kenyataan bahwa mencari keuntungan merupakan motif utama dalam perdagangan. Namun, ia banyak memberikan penekanan kepada etika dalam bisnis, dimana etika ini diturunkan dari nilai-nilai islam. Keuntungan yang sesungguhnya adalah keuntungan yang akan diperoleh di akhirat kelak. Ia juga menyarankan adanya peran pemerintah dalam menjaga keamanan jalur perdagangan demi kelancaran perdagangan dan pertumbuhan ekonomi.[10]
Bentuk kurva permintaan yang berlereng negatif dan bentuk kurva penawaran yang berlereng  positif telah mendapat perhatian yang jelas dari al-ghazali, meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit. Ia menyatakan, “ Jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya, maka ia akan menjual barangnya dengan harga lebih murah” (ihya III, hlm.227). pernyataan ini sama dengan makna kurva-kurva penawaran yang yang berslope positif, yaitu naik dari kiri bawah kekanan atas. Sementara itu, bentuk kurva permintaan yang berlereng negatif secara implisit tampak dalam pernyataan, “ harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan”. Yang lebih menarik, konsep yang sering kita sebut elastisitas permintaan ternyata telah dipahami oleh Al-Ghazali. Hal ini tampak jelah dari perkataannya bahwa mengurangi margin keuntungan dengan menjual harga yang lebih murah akan akan meningkatkan volume penjualan , dan ini pada gilirannya akan meningkatkan keuntungan. Dalam buku-buku teks ekonomi konvensional didapati penjelasan bahwa barang-barang kebutuhan pokok, misalnya makanan, memiliki kurva permintaan yang inelastis. Al-ghazali telah menyadari hal ini sehingga ia menyarankan agar penjualan barang pokok tidak dibebani keuntungan yang besar agar tidak terlalu membebani masyarakat. Ia mengatakan,
 “karena makanan adalah kebutuhan pokok, perdagangan makanan harus seminimal mungkin didorong oleh motif mencari keuntungan untuk menghindari eksploitasi melalui pengenaan harga yang tinggi dan keuntungan yang besar. Keuntungan semacam ini seyogyanya dicari dari barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.”
3.     Pemikiran Ibnu Taimiyah (1263-1330 M)
-        Riwayat singkat Ibnu Taimiyah
Nama lengkapnya adalah Taqi al-Din Ahmad bin Abd. Al-Halim bin Abd Salam bin Taimiyah. Ia lahir di Harran 22 januari 1263 M (10 Rabiul Awwal 661)[11]. Ayahnya Abdal-Halim, pamannya Fakhruddin dan kakeknya Majduddin merupakan ulama besar dari mazhab Hambali. Keluarganya mengungsi dari tempat kelahirannya tahun 1262 M, menjlang kedatangan pasukan Mongol dan mengungsi di Damaskus. Saat itu, ia berusia 7 tahun. Ibnu Taimiyah menyelesaikan pendidikannya dalam bidang yurisprudensi (fiqh), hadis nabi, tafsir al-Quran, matematika dan filsafat pada usia yang sangat muda. Diantara gurunya adalah syamsudin al- Maqdisi, ibnu al-Yusr, al-kamal bin abd Majid, Yahya bin al-Shairafi, Ahmad bin abu al-Khair dan yang lainnya.

-         Pemikiran Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah menunjukkan the beauty of market (keindahan mekanisme pasar sebagai mekanisme ekonomi). Beliau berpendapat bahwa kenaikan harga tidak selalu disebabkan oleh ketidakadilan (zulm/injustice) dari pedagang namun beliau menjelaskan bahwa harga merupakan hasil interaksi anatar hukum penawaran dan permintaan yang terbentuk karena berbagai faktor. Seperti yang beliau katakan “Naik dan turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh adanya ketidakadilan (zulm/injustice)dari beberapa bagian pelaku transaksi. Terkadang peneyebabnya adalah defisiensi dalam produksi atau penurunan terhadap barang yang diminta atau tekanan pasar. Oleh karena itu, jika permintaan terhadap barang-barang tersebut naik sementara ketersediaannya atau penawarannya menurun maka harganya akan naik. Sebaliknya, jika ketersediaan barang-barang naik dan permintaan menurun maka harga barang akan turun juga. Kelangkaan dan keberlimpahan barang mungkin bukan disebabkan oleh tindakan sebagian orang, kadang-kadang disebabkan karena tindakan yang tidak adil atau juga bukan. hal ini adalah kehendak Allah yang telah menciptakan keinginan dalam hati manusia.”[12] 

Dari pernyatan diatas terdapat indikasi kenaikan harga yang terjadi disebabkan oleh perbuatan ketidakadilan atau zulm para penjual. Perbuatan ini disebut manipulasi yang mendorong terjadinya ketidak sempurnaan pasar. Tetapi pernyataan ini tidak bisa disamakan dalam segala kondisi, karena bisa saja alasan naik dan turunnya harga disebabkan oleh kekuatan pasar. Tampaknya ada kebiasaan yang terjadi di zaman Ibnu Taimiyah, kenaikan harga terjadi akibat ketidakadilan atau malapraktek dari para penjual, sehingga kata yang digunakan adalah zulm, yang berarti pelanggaran hukum atau ketidakadilan.
Ibnu taimiyah menyebutkan dua sumber persediaan, yakni produksi lokal dan import barang-barang yang diminta (ma yukhlaq aw yujlab min dzalik al-mal al-matlub). Untuk menggambarkan permintaan terhadap barang tertentu, ia mengguanakan istilah raghbah fi al-syai yang berarti hasrat terhadap sesuatu, yakni barang. Hasrat merupakan salah satu faktor terpenting dalam permintaan, faktor lainnya adalah pendapatan yang tidak disebutkan oleh Ibnu Taimiyah. Perubahan dalam supplydigambarkannya sebagai kenaikan atau penurunan dalam persediaan barang-barang, yang disebabkan oleh dua faktor, yakni produksi lokal dan impor.
Pernyataan Ibnu Taimiyah  diatas menunjuk pada apa yang kita kenal sekarang sebagai perubahan fungsi penawaran dan permintaan, yakni ketika terjadi peningkatan permintaan pada harga yang sama dan penurunan pada harga yang sama atau, sebaliknya, penurunan permintaan pada harga yang sama dan pertambahan persediaan pada harga yang sama. Apabila terjadi penurunan persediaan disertai dengan kenaikan permintaan, harga-harga  dipastikan akan mengalami kenaikan, dan begitu pula sebaliknya. Namun demikian, kedua perubahan tersebut tidak selamanya beriringan. Ketika permintaan meningkat sementara persediaan tetap, harga-harga akan mengalami kenaikan. Ibnu Taimiyah menjelaskan,
“Apabila orang-orang menjual barang dagangannya dengan cara yang dapat diterima secara umum tanpa disertai dengan kezaliman dan harga-harga mengalami kenaikan sebagai konsekuensi dari penurunan jumlah barang (qillah al-syai), atau peningkatan jumlah penduduk (katsrah al-khalq), hal ini disebabkan oleh Allah SWT”.
Pernyataan Ibnu Taimiyah diatas tampaknya menggambarkan perubahan secara terpisah. Penurunan barang dengan kata lain adalah jatuhya penawaran. Sedangkan meningkatnya penduduk akan menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan, karena itu bisa dikatakan sebagai naiknya permintaan. Naiknya harga karena jatuhnya supply atau naiknya permintaan, dalam kasus itu dikarakteristikkan karena Allah SWT, mengindikasikan bahwa mekanisme pasar itu merupakan kondisi alamiah yang impersonal.
Dalam kitab fatawa-nya Ibnu Taimiyah juga memberikan penjelasan yang lebih terperinci tentang beberapafaktor yang mempengaruhi permintaan dan kemudian tingkat harga. Beberapa faktor ini yaitu[13]:
a.      Keinginan orang (al-raghbah) terhadap barang-barang seringkali berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh berlimpah atau langkanya barang yang diminta tersebut (al-matlub). Suatu barang akan lebih disukai apabila ia langka daripada tersedia dalam jumlah yang berlebihan.
b.     Jumlah orang yang meminta (demander atau thulabb) juga memengaruhi harga. Jika jumlah orang yang meminta suatu barang besar maka harga akan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan yang meminta jumlahnya sedikit.
c.      Harga juga akan dipengaruhi oleh kuat atau lemahnya kebutuhan terhadap barang-barang., selain juga besar dan kecilnya permintaan. Jika kebutuhan terhadap suatu barang kuat dan berjumlah besar maka harga akan naik lebih tinggi dibandingkan dengan kenutuhannya lemah dan sedikit.
d.     Harga juga akan bervariasi menurut kualitas pembeli barang tersebut (al-mu’awid). Jika pembeli ini merupakan orang kaya dan terpercaya (krdibel) dalam membayar kewajibannya maka kemungkinan ia akan memperoleh tingkat harga yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tidak kredibel (suka menunda kewajiban atau mengingkarinya).
e.      Tingkat harga juga dipengaruhi oleh jenis (uang) pembayaran yang digunakan dalam transaksi. Jika yang digunakan adalah uang yang diterima luas maka kemungkinan harga akan lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan uang yang kurang diterima luas.
f.      Tujuan dari suatu transaksi harus menguntungkan penjual dan pembeli.jika pembeli memilik kemampuan untuk membayar dan dapat memenuhi semua janjinya maka transaksi akan lebih lancar dibandingkan dengan pembeli yang tidak memiliki kemampuan membayar danmengingkari janjinya. Objek dari suatu transaksi terkadang secara fisik nyata atau juga tidak. tingkat harga barang yang lebih nyata  (secara fisik) akan lebih rendah dibandingka dengan tidak nyata. Hal yang sama dapat diterapkan untuk pembeli yang kadang-kadang dapat membayar karena memiliki uang, tetapi kadang-kadang mereka tidak memiliki (uang cash) dan ingin meminjam. Harga pada kasus yang petama kemungkinan lebih rendah daripada yang kedua.
g.     Kasus yang sama dapat diterapkan pada orang yang menyewakan suatu barang. Kemungkinan ia berada diposisi sedemikian rupa, sehingga penyewa dapat memperoleh manfaat dengan tanpa tambahan biaya apapun. Namun, kadang-kadang penyewa tidak dapat memperoleh manfaat ini, jika tanpa tambahan biaya, misalnya seperti yang terjaidi di desa-desa yang dikuasai penindas atau oleh perampok, atau disuatu tempat yang diganggu oleh binatang-binatang pemangsa. Sebenarnya, harga (sewa) tanah seperti itu tidaklah sama dengan hardga tanah yang membutuhka biaya-biaya tambahan ini.     

4.     Mekanisme Pasar Menurut Ibnu Khaldun (1332-1383 M)
-        Riwayat singkat Ibnu Khaldun
Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin ibn Khaldun. Beliau lahir di Tunisia pada awal Ramadhan 732 H yang bertepatan dengan 27 Mei 1332 M. Keluarga Ibnu Khaldun berasal dari Hadramaut, Yaman, ini terkenal sebagai keluarga yang berpengetahuan luas dan berpangkat serta menduduki berbagai jabatan tinggi kenegaraan.[14]

-        Mekanisme pasar menurut Ibu Khaldun
Menurut Ibnu Khaldun, apabila suatu kota berkembang dan jumlah penduduknya semakin banyak maka harga barang-barang pokok akan mengalami penurunan akan tetapi harga barang mewah akan naik. Hal ini daat disebabkan oleh penawaran barang pangan dan barang pokok lainnya mengalami peningkatan karena barang-barang tersebut dibutuhkan oleh setiap orang. Sementara barang mewah akan mengalami kenaikan sejalan dengan meningkatnya gaya hidup yang akan meningkatkan permintaan barang mewah.

Tingkat keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan, sementara tingkat keuntungan yang terlalu rendah akan membuat lesu perdagangan. Para pedagang dan produsen lainnya akan kehilangan motivasi bertransaksi. Para produsen ini lebih condong untuk memproduksi barang yang memang memiliki nilai guna dan keuntungan yang tinggi dengan kata lain barang ini mempunyai fungsi maslahat. Sebaliknya, jika tingkat keuntungan terlalu tinggi perdagangan juga akan melemah sebab akan menurunkan tingkat permintaan konsumen.[15] Ibnu khaldun adalah seseorang yang sangat menghargai harga yang terjadi dalam pasar bebas, namun ia tidak mengajukan saran-saran kebijakan untuk mengelola harga. Ia lebih banyak memfokuskan kepada faktor-faktor yang mempengaruhi harga.[16]

Ibnu Khaldun juga berpendapat tentang persoalan ekonomi bahwa “Motif ekonomi timbul karena hasrat manusia yang tidak terbatas, sedangkan barang yang memuaskan kebutuhannya itu sangat terbatas. Sebab itu, pemecahan soal ekonomi haruslah dipandang dari dua sudut yaitu sudut tenaga dan sudut penggunaannya. Adapaun sudut tenaga terbagi menjadi:[17]
-        Tenaga untuk mengerjakan barang-barang (objek) untuk memenuhi kebutuhan sendiri (subjek) dinamakan ma’asy (penghidupan)
-        Tenaga untuk mengerjakan barang-barang yang memenuhi kebutuhan orang banyak, dinamakan tamawwul (perusahaan)
Pembagian seperti ini didasarkan pada beberapa perkataan yang ada dalam Al-qur’an. Misalnya perkataan “Ma ‘isya” dalam surat Al-Haqqah ayat 21 dan Al-Qari’ah ayat 7, kata “ma ‘asyah” dalam surat An-Naba’ ayat 11,dll. Semua perkataan itu hanyalah dipakai sebagai istilah untuk menunjukkan perlunya tenaga manusia untuk mencukupkan kebutuhan hidupnya.
Adapun dari sudut penggunaannya dibagi menjadi sebagai berikut:[18]
-        Kegunaan barang-barang yang dihasilkan itu hanyalah untuk kepetingan sendiri ini dinamakan rejeki
-        Kegunaannya untuk kepentingan orang banyak dinamakan kasab

C.    PERANAN PEMERINTAH DALAM MENGAWASI PASAR
Peranan pemerintah dalam upaya menjalankan mekanisme pasar sangat penting. Hal ini dicontohkan sendiri oleh Rasulullah dengan menjalankan fungsi sebagai market supervisor atau Al-Hisbah. Pada masa Rasulullah, beliau sering kali melakukan inspeksi pasar untuk mengecek harga dan mekanisme pasar. Dalam inspeksi tersebut tidak jarang Rasulullah menemukan praktik bisnis yang tidak jujur.

Al-Hisbah adalah lembaga yang berfungsi untuk memerintahkan kebaikan sehingga menjadi kebiasaan dan melarang hal yang buruk ketika hal itu telah menjadi kebiasaan umum.[19] Ibnu Taimiyah menjelaskan tujuan Al-Hisbah yaitu untuk memerintahkan kebaikan (al-ma’ruf) dan mencegah apa yang secara umum disebut kaburukan (al-munkar) didalam wilayah yang menjadi kewenangan pemerintah untuk mengaturnya, mengadili dalam wilayah umum-khusus lainnya yang tak bisa dijangkau oleh institusi biasa.

Selanjutnya Al-Hisbah yang muncul pada zaman Rasulullah apakah masih relevan apabila diterapkan pada perekonomian modern seperti sekarang ini? Di Indonesia sendiri ada Bulog yang fungsinya hampir sama seperti Al-Hisbah namun pasca perikatan komitmen antara Indonesia dengan IMF berakibat pada berkurangnya peran dan fungsi Bulog itu sendiri, hal ini disebabkan oleh permainan IMF yang mendorong Indonesia agar masuk kedalam jebakan perekonomian pasar yang telah dikooptasi dan dimonopoli oleh negara-negara maju.

Dalam hal ini pemerintah perlu melakukan revitalisasi fungsi dan peran Bulog agar keberadaannya bisa setara dengan lembaga Al-Hisbah seperti yang ada pada masa Rasulullah SAW yang menjamin terwujudnya mekanisme pasar yang adil. Jika hal ini terwujud maka baik produsen atau konsumen tidak akan merasa dirugikan. Kenaikan harga yang seringkali terjadi karena “permainan” dipasar hanya bisa dinikmati oleh para spekulan yang notabenenya membeli komoditas dari petani dengan harga yang rendah namun dengan permainan yang dilakukannya ia mampu menaikan harga yang berlipat ganda. Permainan ini bisa berbentuk bai’ najasy (permintaan palsu) dan ihtikar (permainan disisi penawaran).

Tercapainya keseimbangan dalam masyarakat merupakan hasil dari bekerjanya mekanisme pasar. Mekanisme pasar pada dasarnya merupakan “kegiatan” tarik-menarik antara “pengguna” dengan “pemasok”, anata kekuatan permintaan dan penawaran, antara produsen dan konsumen, antara pihak yang memerlukan dengan pihak yang diperlukan.[20] Pemberian kebebasan sepenuhnya pada mekanisme pasar ternyata banyak membawa kemlaratan sebagian warga masyarakat. Persoalan pengangguran, gejolak inflasi dan pilihan produksi yang tidak sesuai dnegan keingan masyarakat, tidak bisa diselesaikan dengan tepat oelh mekanisme pasar.[21] Karena itulah campur tangan pemerintah dalam hal ini sangat penting.

Para intelektual muslim menyatakan ada dua sistem pengawasan yang berlaku dalam sistem ganda dan berjenjang,yaitu:

1.     Pengawasan Internal
Pengawasan internal ini dilakukan oleh setiap individu itu sendiri atau secara personal. Sistem ini sepenuhnya bergantung pada pendidikan Islami yang berlandaskan pada rasa takut kepada Allah SWT. Setiap muslim meyakini bahwa segala yang ia perbuat tidak akan luput dari pengawasan Allah SWT. Kesadaran seorang pelaku pasar dibawa kepada keyakinan bahwa apapun yang diucapkan ataupun dilakukannya, Allah SWT akan selalu mengetahuinya walaupun orang lain tidak mengetahuinya.[22]
2.     Pengawasan Eksternal
Pengawsan eksternal ini dilakukan oleh pihak lain selain individu yaitu oleh pemerintah. Secara umum fungsi pengawas pasar adalah sebagai berikut:[23]
a)     Mengorganisir pasar, agar dapat memfungsikan diri sebagai solusi permasalahn ekonomi umat melalui mekanisme sistem kompetitif terbuka dan sempurna sesuai dengan aturan syariat islam.
b)     Menjamin instrumen harga barang dan jasa yang ditentukan sesuai dengan hukum penawaran dan permintaan.
c)     Melakukan pengawasan produk-produk (barang maupun jasa) yang masuk di pasar berikut perangkat instrumen yang dikembangkan untuk transaksinya.
d)     Mengupayakan agar informasi di pasar dapat terdistribusikan secara baik kepada para penjual maupun pembeli, terutama jika informasi tersebut mempunyai peran ataupun dampak yang besar kepada harga barang maupun jasa yang berlaku di pasar.
e)     Menjamin tidak adanya praktik-praktik monopolistik para pelaku pasar, baik yang berkaitan dengan produk, faktor produksi maupun permainan harga.
f)      Mengupayakan agar praktik-praktik mediator (pencalcan) tidak berlaku dipasar, kecuali keberadaan mediator tersebut bisa menjamin keberlangsungan kesehatan dan efisiensi mekanisme pasar.
g)     Mengupayakan perilaku moral islami yang berkaitan dengan sistem transaksi perdagangan ataupun lainnya berlaku di pasar seperti kejujuran, amanah dan toleransi.




KESIMPULAN

Pasar dalam pengertian ilmu ekonomi adalah pertemuan antara permintaan dan penawaran.Dalam pengertian ini, pasar bersifat interaktif, bukan fisik. Adapun mekanisme pasar adalah proses penentuan tingkat harga berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran. Pasar memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat muslim pada masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin. Keempat ekonom muslim, Abu Yusuf, Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Khaldun, membahasa tentang kenaikan harga yang berdampak pada permintaan dan penawaran barang dan jasa. Kenaikan dan penurunan harga pun mempengaruhi lesu atau tidaknya sebuah perekonomian karena hal ini berkaitan dengan keuntungan dan kerugian yang diperoleh para pelaku ekonomi.

Hasil dari keberhasilan mekanisme pasar adalah terciptanya keseimbangan dalam masyarakat. Dalam mekanisme pasar ini tentunya perlu adanya pengawasan, dalam hal ini pengawasan ada dua yaitu internal dan eksternal. Pengawasan internal mencakup pengawasan yang dilakukan oleh setiap individu pelaku ekonomi, sedangkan pengawasan eksternal cenderung dilakukan oleh pihak lain dalam hal ini pemerintah. Pemerintah perlu melakukan revitalisasi fungsi dan peran lembaga yang berhubungan dengan kemaslahatan,dalam hal ini Bulog, agar keberadaannya bisa setara dengan lembaga Al-Hisbah seperti yang ada pada masa Rasulullah SAW yang menjamin terwujudnya mekanisme pasar yang adil. Jika hal ini terwujud maka baik produsen atau konsumen tidak akan merasa dirugikan.














Daftar Pustaka

Al-Arif, M.Nur Rianto. Dasar-Dasar Ekonomi Islam. Solo: PT Era Adicitra Intermedia, 2011
Al-Kaaf, Abdullah Zakiy. Ekonomi Dalam Perspektif Islam. Bandung: CV Pustaka Setia,2002
Herlambang, Tedy. Ekonomi Manajerial Dan Strategi Bisnis. PT Rajagrafindo Persada, 2002
Islahi, A.A. Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah (Penerjemah H.Anshori Thayib). Surabaya: PT Bina Ilmu,1997
Izzan, Ahsan dan Syahri Tanjung. Ayat-Ayat Al-Qur’an Yang Berdimensi Ekonomi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006
Karim,Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.Ed.3. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010
Karim,Adiwarman Azwar. Ekonomi Makro Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007
Mujahid, Akhmad. Ekonomi Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007
Nasution, Mustafa Edwin. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006
Pustaka Pengkajian Dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Ekonomi Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008
Ridjalaluddin. Nuansa-Nuansa Ekonomi Islam. Jakarta: CV Sejahtera, 2007
Yusanto ,M.Ismail dan M.Arif Yunus. PengantarEkonomi Islam. Bogor: Al-Azhar Press, 2009



[1] M. Nur Rianto Al-Ari, Dasar-dasar Ekonomi Islam,Solo:Era Adicitra Intermedia, 2011,hlm.175
[2] Akhmad Mujahid, Ekonomi Islam, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2007,hlm. 143
[3]Pratama Rahardja dan Mandala ManurungTeori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar, JakartaLPFEUI, 1991, hlm. 26
[4] P3EI UII, Ekonomi Islam (Jakarta: rajawali Press,2008), h.302.
[5] Hadits ini diriwayatkan oleh enam imam hadis yang utama, kecualiAn-Nasai, sehingga merupakan hadis hasan shahih
[6] Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Ayat-Ayat Al-Qur’an Yang Berdimensi Ekonomi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006,hlm. 1
[7] Abu Yusuf, Kitab Al-Kharaj,Beirut: Dar Al-Ma’rifah, 1979, hlm.48 dalam Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2004,hlm.352.
[8] Adiwarman Azwar Karim, Edisi Ketiga Sejarah Pemikiran Ekonom Islam, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2010.hlm 314
[9] Al-Ghazali,Abu Hamid, ihya ‘ulumuddin, (Beirut: Dar Al-Nadwah,n.d..vol.3)h.227 dalam P3EI UII, Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Press:2008),h.305.
[10] Ibid,h.306.
[11]Euis Amalia. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. (Jakarta: Grama Publishing, 1996).  hlm. 206.
[12] Ibn Taimiyah, Majmu’ Fatawa Shaikh al-islam ahmad ibn taimiyah (riyadh:al riyadh press, 1381 AH), Vol 8, hlm. 538 dalam P3EI UII, Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hlm 307
[13] Ibid,h.307.
[14] Adiwarman Azwar Karim, Edisi Ketiga Sejarah Pemikiran Ekonom Islam, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2010,hlm.391
[15] M. Nur Rianto Al-Arif, op.cit.hlm.187
[16] M. Nur Rianto Al-Arif, loc.cit
[17] Abdullah Zakiy Al-Kaaf, Ekonomi Dalam Perspektif Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2002, hlm.209
[18] Ibid, hlm.210
[19] M. Nur Rianto Al-Arif,op.cit.hlm.188
[20] M.Ismail Yusanto dan M.Arif Yunus. PengantarEkonomi Islam, Bogor: Al-Azhar Press, 2009,hlm. 314
[21] Ibid, hlm. 315
[22] Mustofa Edwin Nasution,et al., Pengenal Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, hlm.  178
[23] Ibid, hlm. 179

Tidak ada komentar:

Posting Komentar